Selasa, 26 April 2011

Kemiskinan di wilayah kota bekasi




Susah memang jadi orang miskin. Selalu di asingkan dalam tiap aspek kehidupan. Mulai dari sulitnya akses terhadap pemukiman yang nyaman, dan bersih, kesehatan, hingga masalah lapangan pekerjaan. Karena biasanya penduduk miskin tidak berpendidikan sehingga mereka kesulitan untuk memiliki pekerjaan dengan upah yang lumayan, akhirnya membawa mereka pada kemiskinan. Sebaliknya, ada sebagian orang yang hidup bergelimangan harta. Sangat kontras dengan kehidupan orang miskin yang serba kekurangan.
Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah “negara berkembang” biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang “miskin”.
Dengan uraian diatas maka penulis bermaksud untuk menandakan pembahasan mengenai “MASALAH KEMISKINAN di wilayah Kota Bekasi”.

KEMISKINAN DI KOTA BEKASI
Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekumpulan orang dalam keadaan yang selalu kurangan dalam hal ekonomi, yang berarti defisit atau pendapatan yang ada tidak mencukupi untuk mmenuhi kebutuhan pokok. ini dapat terjadi karena biasanya tingkat pendidikan yang rendah dan lingkungan yang salah.

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. ( www.wikipedia.com)

Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002:3).
Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan Depsos, 2002:4). 

Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat (SMERU dalam Suharto dkk, 2004). 

JENIS-JENIS KEMISKINAN

Jadi, dari pengantar definisinya, kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
1) Kemiskinan absolut, dimana dengan pendekatan ini diidentifikasi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tertentu. Sehingga kemiskinan bisa diartikan dari melihat seberapa jauh perbedaan antara tingkat pendapatan seseorang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin. Dan bisa disebut dengan garis batas kemiskinan ( poverty line).
Kebutuhan dasar ada 3 menurut United Nations Research Institute for Social Development (UNRISD) :
a. kebutuhan fisik primer yang terdiri dari kebutuhan gizi, perumahan dan kesehatan.
b. Kebutuhan kultural yang terdiri dari pendidikan, waktu luang dan rekreasi serta
ketenangan hidup.
c. Kelebihan pendapatan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih tinggi.
Menurut International Labor Organization( ILO, 1976 ), kebutuhan dasar ada dua unsur :
a. kebutuhan yang meliputi tuntutan minimum tertentu dari suatu keluarga sebagai
konsumsi pribadi seperti makanan yang cukup, tempat tinggal, pakaian, juga
perlengkapan rumah tangga.
b. kebutuhan yang meliputi pelayanan sosial yang diberikan oleh dan untuk masyarakat
seperti air minum yang bersih, pendidikan dan kultural.

2). Kemiskinan relatif, yaitu pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing golongan pendapatan. Dengan kata lain, kemiskinan relatif amat erat kaitannya dengan masalah distribusi pendapatan (Kuncoro, 2006).
Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dilihat dari perbandingan dengan keadaan di sekitarnya, daripada lingkungan orang yang bersangkutan. (Miller, 1971). Sehingga berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakatnya berubah. Konsep kemiskinan relatif bersifat dinamis sehingga kemiskinan akan selalu ada. Dan konsep ini merupakan perbaikan dari konsep kemiskinan absolut.
3). Kemiskinan kultural berkaitan dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

DIMENSI KEMISKINAN

Kemiskinan dibagi menjadi beberapa dimensi, diantaranya :
• Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan yang kalah. Indonesia sebagai Negara berkembang bias menjadi pihak yang kalah dalam globalisasi, sehingga daerah industri seperti Bekasi dapat menjadi daerah dengan bertambahnya penduduk miskin.
• Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan akibat rendahnya. Kemiskinan pedesaan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembanguna perkotaan akibat kecepatan pertumbuhan perkotaan.
• Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas.
• Kemiskinan konsekuensial, kemiskinan akibat faktor-faktor eksternal seperti konflik / bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.

Kemiskinan semakin menjadi primadona sejak krisis ekonomi melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 lalu. Kemiskinan menjadi semakin sering dibicarakan karena adanya peningkatan jumlah penduduk miskin yang cukup tajam yang diakibatkan oleh krisis ekonomi tersebut.
Masalah kemiskinan sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Misalkan saja apabila kita lihat dipinggir jalan sering terlihat anak-anak kecil meminta-minta, banyak para pengemis dan pengamen. Hal tersebut dilakukan oleh mereka karena suatu keadaan ekonomi yang kurang mencukupi bagi kehidupan mereka. Biasanya beban kemiskinan paling besar terletak pada kelompok-kelompok tertentu. Kaum wanita pada umumnya merupakan pihak yang dirugikan. Apabila dalam keadaan rumah tangga miskin, maka kaum wanita lah yang menanggung beban kerja yang lebih berat dari pada kaum pria. Demikian pula dengan anak-anak mereka juga menjadi korban akibat adanya ketidakmerataan dan kualitan hidup masa depan mereka terancam oleh karena tidak tercukupnya gizi, pemerataan. Kesehatan, serta pendidikan.

FAKTOR – FAKTOR KEMISKINAN

Secara garis besar faktor penyebab muncul kemiskinan dapat dikategorikan ke dalam 3
(tiga) faktor yaitu :
1. Faktor Struktural. Faktor ini melihat bahwa kemiskinan merupakan sesuatu yang melekat pada suatu masyarakat. Jadi kemiskinan akan selalu ada dan diwariskan kepada generasi beriktnya dari suatu masyarakat.
2. Faktor Kultural. Faktor ini berhubungan dengan budaya yang ada dalam suatu masyarakat maupun nilai yang ada dalam individu. Tidak ada motivasi serta nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang tidak mendorong untuk bekerja keras merupakan contoh dari faktor kultural.
3. Faktor kesengajaan. Faktor ini melihat bahwa kemiskinan muncul karena adanya kesengajaan dari pihak-pihak tertentu. Penjajahan dari satu masyarakat terhadap masyarakat yang lain merupakan contoh untuk melihat kemiskinan muncul karena adanya kesengajaan.

Selain itu adapun faktor-faktor kemiskinan adalah gabungan antara faktor internal dan faktor eksternal. Kebijakan pembangunan yang keliru dan korupsi termasuk dalam faktor eksternal. Sementara itu, keterbatasan wawasan, kurangnya keterampilan, kesehatan yang buruk, serta etos kerja yang rendah, semuanya merupakan faktor internal.

Faktor-faktor internal dapat dipicu munculnya oleh faktor-faktor eksternal juga. Kesehatan masyarakat yang buruk adalah pertanda rendahnya gizi masyarakat. Rendahnya gizi masyarakat adalah akibat dari rendahnya pendapatan dan terbatasnya sumber daya alam. Selanjutnya, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) adalah akibat dari kurangnya pendidikan. Hal yang terakhir ini juga pada gilirannya merupakan akibat dari kurangnya pendapatan. Kurangnya pendapatan merupakan akibat langsung dari keterbatasan lapangan kerja. Dan seterusnya begitu, berputar-putar dalam proses saling terkait.

UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGURANGI KEMISKINAN

Banyak berbagai macam cara untuk mengatasi kemiskinan yang harus dilakukan yaitu :
1. Menyediakan lapangan pekerjaan yang layak
2. Menyediakan fasilitas pendidikan yang murah bagi orang yang tidak mampu bahkan jika perlu mengadakan program pembebasan biaya sekolah alias gratis.
3. Menanamkan cara berpikir positif dan mau selalu bekerja keras dan pantang menyerah jika mengalami suatu kegagalan.
4. Pemerintah harus memperhatikan keadaan rakyat miskin dan memberikan bantuan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan.
5. Kita semua harus selalu berkomitmen dan konsisten untuk melakukan perbaikan lebih baik lagi di system ataupun ditindakan.
6. mempertahankan nilai mata uang
7. dll
Kebijakan kemiskinan merupakan Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan tahunan.

Selain itu ada juga rencana pembangunan jangka pendek yang diantaranya adalah dengan mengurangi kesenjangan antar daerah dengan menyediakan irigasi, air bersih, dan sanitasi dasar terutama daerah-daerah langka sumber air bersih. Perluasan kesempatan kerja dan berusaha untuk meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.

Sumber :

Distribusi pendapatan dan kemiskinan



Dalam distribusi pendapatan baik antarkelompok berpendapatan, antardaerah perkotaan dan daerah pedesaan, atau antarkawasan dan propinsi dan kemiskinan merupakan dua masalah yang masih mewarnai perekonomian Indonesia
Pada awal pemerintahan orde baru, perencanaan pembangunan ekonomi di Indonesia masih sangat percaya bahwa apa yang dimaksud dengan trickle down effect akan terjadi. Oleh karena itu, strategi pembangunan diterapkan oleh pemerintah pada awal periode orde baru hingga akhir tahun 1970-an terpusatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pusat pembangunan dimulai di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa Barat, karena fasilitas seperti infrastruktur lebih tersedia dibandingkan dipropinsi lainnya di Indonesia dan di beberapa propinsi hanya dibeberapa sector saja yang bisa dengan cepat memberi pertumbuhan misalnya sector primer dan industri berat.

Setelah sepuluh tahun pelita I dimulai, mulai kelihatan bahwa efek yang dimaksud itu mungkin tidak dapat dikatakan sama sekali tidak ada, tetapi proses mengalir kebawahnya sangat lamban. Sebagai akibatnya, Indonesia menikmati laju pertumbuhan yang relatif tinggi, tetapi pada waktu yang bersamaan tingkat kesenjangan semakin membesar dan jumlah orang miskin semakin banyak. Tepatnya setelah pelita III, strategi pembangunan mulai diubah. Tidak hanya pertumbuhan tetapi juga kesejahteraan masyarakat, tidak hanya dijawa, tetapi juga diluar jawa, menjadi kesejahteraan masyarakat, misalnya dengan mengembangkan industri yang padat karya dan sector pertanian . hingga saat ini sudah banyak program pemerintah yang berorientasi mengurangi kemiskinan, seperti inpres pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi.

Masalah kesenjangan ekonomi (pendapatan) dan kemiskinan di Indonesia akan dibahas. Faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan kemiskinan tetap ada ditanah air walaupun pembangunan ekonomi berjalan terus dan Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang relatif tinggi.

Beberapa indikator distribusi pendapatan :

Sudah merupakan suatu fakta umum dibanyak negara berkembang, terutama Negara-negara proses pembangunan ekonomi yang sangat pesat seperti indonesi, laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibarengi dengan tingkat kesenjangan ekonomi atau kemiskinan yang tinggi pula.
Sebagai dasar dari kerangka pemikiran untuk menganalisis masalah trade-off antara pertumbuhan dan kemiskinan atau kesenjangan ekonomi adalaha salah satu metode statik yang umum digunakan untuk mengetimasi sejauh mana pencapaian tingkat kemerataan dalam distribusi pendapatan atau pengurangan kesenjangan ekonomi dalam suatu proses pembangunan ekonomi adalah mengukur nilai koefesien atau rasio gini.

Selain koefesien gini, pengukuran pemerataan pendapatan juga sering dilakukan berdasarkan kriteria bank dunia : penduduk dikelompokan menjadi tiga kelompok; yaitu penduduk dengan pendapatan rendah yang merupan 40% dari jumlah penduduk, penduduk dengan berpendapatan menengah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk, dan penduduk yang berpendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah penduduk. Selanjutnya ketidak merataan pendapatan disuatu ekonomi diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah.

Perubahan distribusi pendapatan

Perhitungan distribusi pendapatan di Indonesia menggunakan data survei sosial ekonomi nasional (susenas) pada tahun 1984, 1987, 1990, 1993. data pengeluaran konsumsi rumah tangga yang dikumpulakan oleh susenas digunakan sebagai pendekatan (proxy) untuk mengukur distribusi pendapatan penduduk di Indonesia. Karena pengertian pengeluaran konsumsi tidak sama dengan pengertian kekayaan, perbedaan konsep ini menjadi kendala serius dalam mengukur secara akurat tingkat dan distribusi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Karena bisa saja seseorang tidak punya pekerjaan (pendapatan), tetapi sangat kaya karena ada warisan keluarga. Banyak pengusaha muda dari tingkat pendapatanya tidak terlalu berlebihan, tetapi mereka sangat kaya karena perusahaan tempat mereka bekerja adalah milik mereka (orang tuanya).

Penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga akan menghasilkandata pendapatan yang underestimate karena jumlah pendapatan bia lebih besar, sama, atau lebih kecil dari pada jumlah pengeluaran konsumsi. Misalnya pendapatan lebih besar tidak selalu berarti pengeluaran konsumsi juga besar. Dalam hal ini, berarti ada tabungan. Dalam hal ini belum tentu juga bila pendapatan rendah tidak selalu jumlah konsumsi juga rendah. Banyak rumah tangga memakai kredit untuk membiayai pengeluran konsumsi tertentu, misalnya untuk membeli rumah dan mobil untuk biaya sekolah anak, atau bahkan untuk liburan.

Keberhasilan pembangunan di Indonesia tidak hanya di ukur dari peningkatan pendapatan penduduk secara agregat atau per capital, tetapi juga (justru lebih penting lagi) di lihat dari distribusi peningkatan pendapatan tersebut terhadap semua anggota masyarakat. Sekarang ini, tingkat pendapatan per kapital di Indonesia sudah lebih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, yakni sekitar US$880. namun, apa artinya jika 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang manikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional, sedangkan sisanya (90%) hanya menikmati 10& dari pendapatan nasional selama ini hanya di nikmati oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan kelompok 90% tidak mengalami perbaikan yang berarti. 

Jadi dalam kata lain, pembangunan ekonomi di Indonesia akan dikatakan berhasil sepenuhnya bila tingkat kesenjangan ekonomi antara kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat kaya bisa diperkecil
Sejak akhir tahun 1970-an, pemerintah maulai memperliatkan kesugguhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk ditanah air. Sejak itu aspek pemerataan dalam triologi pembangunan semakin ditekankan dan didefinisikan dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program pemerintahan hingga saat ini yang mecerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijakan yang mendukung pembangunan industri kecil dan rumah tangga serta koperasi, khususnya dipedesaan, inpres desa tertinggal (IDT), program keluarga sejahtera, program keluarga berencana (KB), program maka tambahan bagi anak sekolah dasar, program transmigrasi, peningkatan upah minimum regional (UMR), dan masih banyak lagi.
Menurut kriteria Bank Dunia, secara umum tingkat kesenjangan dalam distibusi pendapatan di Indonesia selama kurun waktu 1984-1993 tergolong rendah, baik didaerah pedesaan maupun daerah perkotaan yang ditunjukan oleh besarnyapersentase pendapatan yang dinikmati oleh kelompok penduduk 40% berpenghasilan rendah. Bagi kelompok penduduk 20% berpendapatan tinggi, besar pendapatanya yang diterima justru mengalami penurunan. 

Penurunan pangsa pendapatan ini karena laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 40% berpendapat rendah dan 40% berpendapat menengah lebih besar dari pada laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 20% berpendapat tinggi.
Tingkat pemerataan pendapatan di daerah pedesaan yang relatif lebih baik dari pada didaerah perkotaan juga terjadi hamper disemua propinsi di Indonesia. Semakin buruknya distribusi pendapatan di daerah perkotaan dibandingkan didaerah pedesaan terutama disebabkan oleh pola perekonmian dan jumlah serta kondisi sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi sangat berbeda antara pedesaan dan perkotaan. Dikota, Jakarta misalnya persaingan dalam dunia usaha dan dalam mendapatkan pekerjaan semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin banyaki, diperkirakan sekita sepuluh juta orang, yang sebagian disebabkan oleh orang-orang yang terus datang ke Jakarta terutama yang berasal dari Jawa dan Sumatra. Sementara kemanapun ekonomi Jakarta untuk memberi pekerjaan bagi pencari kerja yang bertambah jumlahnya setiap tahun terbatas. Terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari desa ke kota.

 Mereka tidak bisa ditampung disektor formal akhirnya masuk ke sector informal yang pada umumnya merupakan kegiatan ekonomi dengan tingkat produktivitas dan pendapatan rendah. Karena terlalu banyak orang yang mau bekerja disektor formal, sedangkan daya tamping sector tersebut terbatas maka semakin berat seleksi penerimaan pekerja. Pendidikan atau keterampilan khusus menjadi salah satu kriteria utama dalam seleksi tenaga kerja disektor formal. Jumlah penganggruan, terutama setengah pengangguran, semakin tinggi, dan kesenjangan antara kelompok masyarakat yang mempunyai kesempatan bekerja disektor formal dan kelompok masyarakat yang hanya bisa bekerja disektor informal atau yang tidak memiliki pekerjaan semakin besar.

Kemiskinan

Masalah kemiskinan merupakan dilema bagi Indonesia, terutama melihat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dari pada lajupertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak pelita I dimulai hingga saat ini (Repelita VI). Karena kemiskinan merupakan salah satu masalah ekonomi Indonesia yang serius maka tidak mengherankan kalau banya studi telah dilakukan mengenai kemiskinan tanah air. Sayangnya, pendekatan yang dipakai antarstudi yang ada pada umumnya berbeda dan batas miskin yang digunakan juga beragam sehingga hasil atau gambaran mengenai kemiskinan di Indonesia juga berbeda. Kemiskinan relatif dapat diukur dengan kurva Lorentz dan atau koefesien gini. Sedangkan kemiskinan absolute lebih sulit untuk di ukur, terutama pada waktu membandingkan tingkat kemiskinan antarpropinsi atau daerah.

Faktor penyebab kemiskinan, faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan. Sebagai contoh sering dikatakan bahwa salah satu penyebab kemiskinan adalah tingkat pendidikan yang rendah. Seseorang dengan tingkat pendidikan hanya SD, misalnya sangat sulit mendapatkan pekerjaan terutama dalam sektor modern , (formal) dengan pendapatan yang baik. Berarti penyebab kemiskinan bukan hanya pendidikan yang rendah, tetapi tingkat gaji/upah yang berbeda.
Kalau diuraikan satu persatu, jumlah faktor yang dapat dipengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak, mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas), tingkat upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, jenis pekerjaan yang tersedia, inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam disuatu wilayah, etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam, dan peperangan. Kalau diamati, sebagian besar faktor tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya dari pekerja yang bersangkutan sehingga produktivitasnya menurun. Produktifitas menurun selanjutnya dapat mengakibatkan tingkat upah netonya berkurang, dan seterusnya. Jadi, dalam kasus ini, tidak mudah untukmemastikan apakah karena pajak naik atau produktifitasnya yang turun membuat pekerja tersebut menjadi miskin karena upah netonya menjadi rendah.

Kesimpulan
Tingkat kesenjangan ekonomi dan jumlah penduduk miskin di Indonesia berkurang dan dapat dikatakan bahwa perubahan ini merupakan salah satu hasil pembangunan ekonomi ditanah air selama ini. Namun masih banyak permasalahan dengan kemiskinan dan kesenjangan.
Hingga saat ini, penentu garis kemiskinan masih berdasarkan kebutuhan fisik dan pendidikan tinggi. Tanpa adanya pendidikan yang baik tidak akan bisa terjadi progres di dalam kehidupan.

Sumber: