Minggu, 01 April 2012

ADB Pinjamkan 200 Juta Dollar AS


Jakarta, Kompas - Indonesia mendapat pinjaman 200 juta dollar AS dari Bank Pembangunan Asia. Pinjaman itu untuk melanjutkan reformasi yang akan membantu upaya mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi dampak kemiskinan.
Menurut Senior Country Specialist di Kantor Perwakilan Bank Pembangunan Asia (ADB) di Indonesia, Selasa (8/12) di Jakarta, pinjaman program itu disetujui oleh Dewan Direktur ADB untuk dicairkan sekaligus satu kali untuk Program Bantuan Pembangunan Kebijakan yang Kelima.
Program tersebut, antara lain, memperbaiki iklim investasi, pengelolaan keuangan publik dan tata kelola, meningkatkan daya saing, serta perbaikan penyediaan pelayanan bagi warga miskin.
”Itu alasan utama untuk pinjaman program pengembangan kebijakan yang kelima, yaitu memperkuat upaya pemerintah memperbaiki daya saing, meningkatkan pengelolaan keuangan publik dan tata kelola yang akan menyumbang pada pengurangan kemiskinan, dan perbaikan penyediaan pelayanan pada rakyat miskin,” kata Sharad.
Pinjaman program ini, lanjut Sharad, juga dirancang untuk menyelaraskan program reformasi kebijakan dengan mitra-mitra pembangunan utama, seperti Bank Dunia dan Pemerintah Jepang. Dengan demikian, program yang dijalankan bisa efektif. Hal ini karena Bank Dunia dan Jepang juga menyediakan pinjaman untuk pengembangan kebijakan. Pinjaman program bersumber dari dana komersial ADB dengan masa pengembalian 15 tahun dan masa tenggang tiga tahun. Bunga ditetapkan sesuai fasilitas London Interbank Offered Rate (LIBOR). Pelaksana pinjaman program ini adalah Kementerian Koordinator Perekonomian.
Selain pinjaman program 200 juta dollar AS ini, sebelumnya ADB juga telah mengucurkan pinjaman program senilai 1 miliar dollar AS untuk dukungan fasilitas belanja publik dan pinjaman 500 juta dollar AS untuk membantu Pemerintah Indonesia mengatasi dampak krisis ekonomi global.

SUMBER :


Finalisasi Dokumen Sawit Ditunda



Jakarta, Kompas - Sejumlah negara, yang terlibat konsultasi terbuka finalisasi draf dokumen Kerangka Kerja Bank Dunia untuk Keterlibatan dalam Sektor Minyak Kelapa Sawit, tidak simpati terhadap langkah Bank Dunia. Finalisasi akhirnya ditunda paling cepat Oktober 2010.
Dengan adanya keberatan dari beberapa pihak, menurut Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, Kamis (2/9) dari Frankfurt, Jerman, akhirnya Bank Dunia baru akan mengeluarkan draf final kerangka kerja keterlibatan Bank Dunia di sektor kelapa sawit paling cepat Oktober.
”Tampaknya kerangka kerja itu akan membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikannya,” kata Bayu. Pada konsultasi terbuka terhadap draf dokumen kerangka kerja, yang dihadiri 16 negara, 8 organisasi, dan 15 lembaga swadaya
masyarakat (LSM), Bank Dunia mengelak tudingan bahwa langkah Bank Dunia itu karena desakan LSM. Konsultasi tersebut diselenggarakan pada 31 Agustus-1 September 2010.
Namun, tuntutan yang bersemangat dari LSM yang hadir, terutama Greenpeace, Sawit Watch, dan Watch Indonesia, menunjukkan, tindakan Bank Dunia menyusun dokumen kerangka kerja baru karena tekanan LSM tersebut. ”Beberapa negara tak
simpati dengan langkah Bank Dunia,” kata Bayu. Dukungan datang dari beberapa negara di Afrika dan Amerika Latin.
Pada forum itu, Indonesia menyatakan, tindakan Bank Dunia dapat dipandang sebagai diskriminatif terhadap sawit dan Indonesia. Tindakan itu juga bisa dianggap mendukung proteksionisme baru berdalih isu lingkungan. Indonesia diwakili Wakil Menteri Pertanian, Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar, tokoh perkebunan Soedjai Kartasasmita, Direktur Eksekutif Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Fadhil Hasan, Ketua Komisi Minyak Sawit Indonesia Rosediana Suharto, dan Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Lingkungan Yetti Rusli.
Tahun 1980 Bank Dunia menghentikan bantuan ke sektor kelapa sawit karena desakan petani kedelai negara maju. Saat itu, isu yang dikembangkan adalah isu kesehatan atau kolesterol.
Fadhil menjelaskan, dilihat dari jumlah kredit yang disalurkan International Finance Corporation (IFC) ke sawit, hal itu tak signifikan bagi industri sawit di Indonesia. Industri sawit Indonesia tak perlu pendanaan dari IFC. Masih banyak sumber pendanaan lain.
”Namun, kita berkepentingan agar dokumen itu sejalan dan sesuai kepentingan industri sawit nasional serta menampilkan data dan strategi yang benar, adil, serta proporsional. Dokumen Bank Dunia dijadikan acuan dan standar lembaga lain,” katanya.
Menurut Bayu, bila Bank Dunia tetap memaksakan draf tersebut, lembaga ini akan kehilangan kredibilitasnya.
”Ini akan membuat banyak negara khawatir. Pengalaman sawit di Indonesia bisa terjadi dengan komoditas apa pun. Bank Dunia bertindak bukan atas analisis obyektif untuk mengurangi angka kemiskinan, tetapi lobi LSM, yang di belakangnya bisa saja didukung kepentingan persaingan dagang. (MAS)

SUMBER :

Menggugat Indonesia di Pengadilan Bank Dunia


Hesham Al Waraq dan Ali Rizvi pada Mei 2011 menggugat Pemerintah RI di Pengadilan Arbitrase Bank Dunia, yang dikenal sebagai forum ICSID, di Washington DC, AS.
Dua warga negara asing (WNA)—Arab Saudi dan Inggris—itu mendalilkan bahwa kebijakan Pemerintah RI menalangi dan mengambil alih kepemilikan Bank Century telah merugikan mereka selaku pemegang saham pengendali. Mereka mendalilkan pula pengadilan in absentia atas diri mereka merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Gugatan dua WNA itu menuai reaksi yang berlawanan. Anggota DPR sebagai penentang kebijakan penalangan memandang gugatan dua WNA di forum International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) sebagai angin pemberi tambahan energi guna mendesak penegak hukum mengusut kasus dugaan korupsi dalam kebijakan penalangan Bank Century.
Bahkan, pagi-pagi politisi Golkar memberitakan bahwa pengadilan ICSID telah mengalahkan Pemerintah RI dengan menghukumnya membayar ganti rugi kepada dua WNA itu. Berita kekalahan RI di forum ICSID segera dibantah. Jaksa Agung menegaskan gugatan Hesham dan Rizvi di forum ICSID belum dimulai.
Pemerintah baru menunjuk arbiternya. Jadi, tak benar kabar RI kalah dalam pengadilan Bank Dunia itu.
Wajar jika pemerintah serius menghadapi gugatan itu. Jika gugatan mereka diterima ICSID, persidangan pengadilan arbitrase itu akan makan waktu, energi, biaya, dan perhatian pemerintah. Tak terhindarkan, proses pengadilan ICSID akan menambah tekanan politik domestik terhadap pemerintah untuk mempertanggungjawabkan secara hukum dan politik kebijakan penalangan Century. Tuntutan digunakannya hak menyatakan pendapat oleh DPR atas kebijakan penalangan Century akan makin menguat dan bukan mustahil memperoleh dukungan masyarakat luas.
Proses pengadilan ICSID tak dapat membatalkan kebijakan penalangan atas Century. Namun, jika ada putusan ICSID menghukum RI membayar ganti rugi kepada Hesham dan Rizvi, itu akan mendelegitimasi secara hukum dan politik pemerintahan SBY. Putusan itu akan semakin menguatkan dugaan adanya penyalahgunaan dan korupsi dalam kebijakan penalangan Century. Di sini kita melihat baik anggota DPR selaku penentang kebijakan penalangan maupun SBY akan memanfaatkan proses dan putusan pengadilan ICSID bagi kepentingan hukum dan politik masing-masing.
ICSID adalah kovenan Bank Dunia bagi penyelesaian sengketa tentang penanaman modal antara negara dan warga negara yang merupakan peserta kovenan itu. Pasal 25 ICSID menyebutkan empat elemen harus dipenuhi untuk masuk ke yurisdiksinya.
Elemen pertama, para pihak yang bersengketa secara tertulis setuju menggunakan fasilitas arbitrase ICSID. Persetujuan ini bisa dituangkan dalam satu dari tiga dokumen hukum: persetujuan tertulis antarpara pihak yang bersengketa; perjanjian perdagangan antarnegara, baik bersifat bilateral maupun multilateral; dan undang-undang penanaman modal.
Elemen kedua, sengketa itu lahir berkenaan dengan investasi. Elemen ketiga, sengketa itu berkaitan dengan eksistensi atau lingkup hak atau kewajiban hukum. ICSID tak punya yurisdiksi atas sengketa yang murni komersial atau bersifat politis. Elemen keempat, sengketa itu antara negara dan swasta negara lain yang menjadi peserta ICSID berkenaan dengan investasi.
Orang atau badan hukum swasta yang memenuhi empat elemen itu dapat mengajukan gugatan di forum ICSID. Berdasarkan aturan nomor 37 amandemen peraturan ICSID, pihak di luar sengketa yang berkepentingan sebagai amicus curiae dapat mengajukan petisi kepada Majelis Arbitrase ICSID.
Aturan nomor 37 membuka akses kepada pihak luar sengketa yang berkepentingan, seperti nasabah Century dan kelompok kepentingan lain, mengintervensi proses persidangan ICSID. Sebelum mengizinkan petisi pihak luar sengketa, Majelis Arbitrase berkonsultasi dengan pihak yang berselisih dan
mempertimbangkan beberapa hal: besarnya kepentingan pihak yang mengajukan petisi dan sejauh mana petisi itu membantu majelis menentukan fakta atau isu hukumnya.

Memberi perspektif
Majelis akan menilai apakah petisi amicus curiae itu memberikan perspektif yang berbeda dari para pihak yang bersengketa. Dalam kasus Century, jika ada pihak luar sengketa mengajukan petisi amicus curiae di depan ICSID, pemerintah perlu mencermati argumen pihak luar itu. Hesham atau Pemerintah RI dapat mengajukan keberatan atas petisi itu, tetapi keputusan di tangan majelis.
Pada 1968, RI meratifikasi ICSID. Dengan begitu, Indonesia jadi negara pihak dalam ICSID. Ratifikasi ICSID tak berarti setiap sengketa investasi antara RI dan warga negara pihak lainnya otomatis harus diselesaikan di forum ICSID. Undang-undang ratifikasi ICSID menegaskan pemerintah berwenang memberikan persetujuan penyelesaian sengketa melalui forum ICSID.
Menghadapi gugatan Hesham dan Rizvi, pemerintah dalam pemeriksaan pendahuluan dapat mempersoalkan persetujuan para pihak untuk menyelesaikan sengketa Century di depan ICSID.
Pemerintah dapat mempersoalkan kelayakan yurisdiksi ICSID atas isu kebijakan penalangan Century dan peradilan in absentia atas dua WNA itu.
Dalam tahap pemeriksaan awal, RI harus berusaha memenangi penyelesaian sengketa di depan ICSID: gugatan ditolak karena isu hukumnya berada di luar yurisdiksi ICSID. Kemenangan RI dalam tahap pemeriksaan pendahuluan akan menguatkan posisi pemerintah di hadapan para penentang kebijakan penalangan Century.
Jika pemerintah memenangi sengketa di ICSID, tak berarti pengusutan dugaan tindak pidana penalangan Century dapat dihentikan. Proses pengadilan arbitrase merupakan proses peradilan perdata yang memeriksa apakah tindakan pemerintah suatu negara tuan rumah telah menimbulkan kerugian investasi modal WNA di negara itu dan mewajibkan negara tuan rumah membayar ganti rugi.
Maka, proses dan hasil pengadilan arbitrase ICSID tak boleh memengaruhi upaya penegakan hukum kasus Bank Century. Pengusutan atas dugaan adanya penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi dalam kasus Century harus dituntaskan oleh KPK.

SUMBER :


IMF Ubah Sistem Kuota Pinjaman dan Bobot Suara Anggotanya



TEMPO Interaktif, Singapura:
Setelah bersidang sehari penuh, Dewan Gubernur IMF menyetujui usulan Dewan Eksekutifnya untuk melakukan perubahan kuota dan bobot suara para anggotanya. Keputusan yang diambil melalui voting itu meraih 90,6% suara sehingga dinyatakan sah karena menurut anggaran dasar hanya dibutuhkan 85% suara untuk melakukan perubahan ini.
Dengan keputusan ini, kuota dan suara empat negara yaitu China, Korea Selatan, Meksiko dan Turki langsung bertambah. China, misalnya, yang semula hanya mendapatkan kuota pinjaman tak sampai USD 9,5 milyar kini mendapatkan lebih dari USD 12 milyar.
Keempat negara ini mendapat prioritas karena kemajuan pertumbuhan ekonominya jauh lebih pesat dibandingkan negara-negara lain, sementara kuota dan kekuatan suara di IMF sejak dahulu disesuaikan dengan kekuatan ekonomi negara anggota itu. "Reformasi dan perubahan ini harus dilakukan untuk menanggapi perubahan tantangan global," kata Rodrigo de Rato, direktur pelaksana IMF. Penyesuaian terhadap negara anggota yang lain akan dilakukan dalam dua tahun mendatang dan formula baru untuk melakukan perhitungannya direncanakan sudah disepakati sebelum pertemuan tahunan 2007 nanti.
Berbedanya waktu penyesuaian ini terjadi karena masih terjadi ketidak sepakatan dalam penyusunan formula. Namun khusus untuk China, Korea Selatan, Meksiko dan Turki segera dapat disepakati karena perubahan kekuatan ekonomi keempat negara itu sangat cepat hingga kuota dan bobot suaranya sebelum disesuaikan dianggap terlalu kecil hingga perlu segera disesuaikan.
Usulan yang awalnya bersumber dari negara-negara maju ini merupakan salah satu cara mempertahankan relevansi IMF yang kehilangan simpati banyak negara setelah terjadinya krisis ekonomi Asia. Akibatnya kebanyakan negara kini menghindar meminjam dana dari lembaga yang beranggotanan 184 negara itu dan lebih suka memperbanyak cadangan devisa masing-masing untuk menghadapi kemungkinan krisis keuangan. Negara yang telah menerima pinjaman pun umumnya mempercepat masa pembayarannya.
Akibatnya, seperti ditulis dalam laporan internal IMF, lembaga ini kehilangan pendapatan bunga pinjaman sekitar USD 150 juta tahun depan. Ini membuat institusi yang mempekerjakan 1200 PhD ini harus melakukan pengurangan anggaran dan, ironisnya, mungkin harus menutup ketekoran anggarannya dari dana cadangannya yang kini diperkirakan bernilai USD 6 milyar.
"Kami memang terancam kehilangan relevansi kalau tak segera melakukan perubahan," kata seorang staf IMF yang tak mau disebut jati dirinya.
Dengan memberikan kuota dan suara lebih besar kepada kekuatan kekuatan baru ekonomi, lembaga yang didirikan untuk menjaga kestabilan moneter dunia ini berharap akan lebih banyak memperoleh dukungan dalam menjalankan
berbagai program-programnya. Terutama menyangkut kegiatan supervisi kesehatan ekonomi dunia agar dapat selalu mendeteksi potensi krisis keuangan global sebelum menjadi kenyataan.

SUMBER :