Sabtu, 26 Februari 2011

Kondisi perekonomian pada tahap pemerintah SBY



Catatan Empat Tahun Kinerja Perekonomian
Pemerintahan SBY – JK

Empat Tahun pemerintahan SBY – JK, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami pasang surut. Diawal pemerintahan pada Oktober 2004 hingga tahun 2006, pemerintahan SBY – JK (berkaca pada pencapaian pertumbuhan tahun 2005 dan 2006) mensia-siakan momentum percepatan pertumbuhan yang telah diwariskan oleh pemerintahan sebelumnya (Megawati Soekarno Putri). Stabilitas Ekonomi dan Akselerasi Perekonomian yang telah dicapai oleh pemerintahan Megawati tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintahan SBY – JK untuk melakukan pencapaian percepatan pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2007, momentum percepatan sudah kembali hadir yang dapat dilihat pada pencapaian target pertumbuhan mencapai 6.3 persen meskipun kondisi ini masih sangat riskan dipertahankan dengan memperhatikan gejolak global (kenaikan harga minyak dan komoditas pangan) yang sedang terjadi di akhir-akhir penghujung tahun 2007 hingga saat ini dan juga bergantung ketahanan perekonomian domestik Indonesia sendiri. Momentum yang relatif sudah kembali ini, akan dapat dipertahankan apabila kondisi menyeluruh perekonomian yang dicapai dengan pencapaian pertumbuhan 6.3 persen pada tahun 2007 mampu bertahan kokoh menghadapi gejolak eksternal (global) yang sedang terjadi hingga tahun 2008.

Apabila kita berkaca pada pencapaian pemerintahan Megawati yang mampu menciptakan stabilitas ekonomi serta akselerasi pertumbuhan yang konsisten dan tidak disia-siakan oleh pemerintahan SBY di dua tahun awal pemerintahannya, maka pencapaian target pertumbuhan pada RPJM sebesar 7.2 persen pada tahun 2007 tidak tak mungkin dapat teralisasi.
Gejolak perekonomian global yang dimulai dengan kasus sub-prime mortage di Amerika Serikat, bergejolaknya harga minyak dunia dan beberapa komoditas pangan serta krisis finansial global yang sedang terjadi menjadi tantangan berat bagi pemerintahan sekarang untuk melanjutkan momentum pertumbuhan yang sudah kembali tersebut. Keberlanjutan momentum ini juga tergantung pada kualitas dan besarnya daya tahan perekonomian yang tercipta hingga tahun 2007 yang silam. Apabila kualitas dan daya tahan perekonomian tidak tereflesikan secara simetris dengan angka pencapaian pertumbuhan yang relatif baik hingga akhir tahun 2007, maka kondisi perekonomian Indonesia sangatlah rawan rontok dalam menghadapi imbas gejolak eksternal yang sedang terjadi.

Pola Pertumbuhan Sektoral
Selama empat tahun terakhir, pola pertumbuhan sektoral masih menunjukkan kesenjangan yang masih cenderung lebar antara sektor tradable dan non-tradable. Pertumbuhan sektor tradable yang relatif jauh dibawah pertumbuhan PDB, sebaliknya pertumbuhan non-tradable yang selalu jauh diatas pertumbuhan PDB.

Sektor yang mencapai pertumbuhan terbesar pada sektor non – tradable adalah sektor Transportasi dan Komunikasi yang mencapai rata-rata hampir 14 persen pada empat tahun terakhir. Sedangkan di sektoral tradable, sektor manufaktur memiliki pertumbuhan tertinggi secara rata-rata pada 4 tahun terakhir.
Pola pertumbuhan sektor yang menunjukkan kesenjangan yang cenderung semakin melebar menimbulkan suatu kejadian anomali ekonomi. Dimana kondisi kesenjangan Sektoral tradable dan non-tradable lazimnya terjadi di negara-negara yang sudah melalui tahapan industrialisasi yang matang, sementara Indonesia masih dalam tahap pematangan di tahap industrialisasi. Pada proses pematangan industrialisasi, peranan sektor manufaktur masih bisa dipacu hingga 35 hingga 40 persen dari PDB, akan tetapi kondisi yang terjadi di Indonesia peranan sektor manufaktur masih dibawah 30 persen. Bahkan peranan sektor manufaktur memiliki kecenderungan stagnan dan pada tahun 2007 lalu mengalami penerunan meskipun penerunannya tidak terlalu besar. Kecenderungan stagnasi dan menurunnya sektor manufaktur mengiindikasikan adanya tanda-tanda Indonesia mengalami de-industrialisasi dini.
Kondisi kecenderungan makin melebarnya kesenjangan sektor tradable dan non-tradable dan stagnan serta relatif kecenderungan menurunnya sektor manufaktur menandakan kualitas pertumbuhan sektoral tidak optimal, sehingga sangat sulit diharapkan memberikan dampak berarti bagi pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran serta pemerataan pendapatan.  
http://robbyalexandersirait.wordpress.com/2008/12/09/catatan-empat-tahun-kinerja-perekonomian-pemerintahan-sby-%E2%80%93-jk-part-1/

Pola Pertumbuhan Berdasarkan Penggunaan

“Konsumsi Rumah Tangga masih menjadi komponen dominan pertumbuhan”
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di 4 tahun terakhir masih dominan didrive oleh konsumsi rumah tangga yang mencapai rata-rata sumbangsih diatas 50 persen terhadap PDB setiap tahunnya. Di empat tahun terakhir juga, komponen penggunaan konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan yang relatif cukup tinggi dan tahun ke tahun mengalami peningkatan pertumbuhan. Kondisi ini menunjukkan terancamnya kualitas perekonomian jika hanya ditopang (sangat dominan) oleh komponen-komponen pengeluaran yang kurang menjamin kesinambungan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan yang dominan di drive oleh komponen konsumsi menunjukkan relatif kurang berkualitas pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Ini disebabkan karena dominasi komponen konsumsi kurang menjamin kesinambungan pertumbuhan dan komponen tersebut tidak memberikan dampak yang signifikan dalam rangka mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih relatif besar didorong jenis penggunaan konsumsi tidak akan memberikan efek yang signifikan terhadap penurunan angka pengangguran dan kemiskinan. Didalam perhitungan PDB, variabel konsumsi relatif tidak memberikan efek multiplier yang besar atau signifikan terhadap angka pengangguran dan kemiskinan. Efek yang dimaksud jelas dapat terlihat pada masih relatif tingginya angka penggangguran dan kemiskinan.

Melihat kredit konsumsi yang terus meningkat dibarengi dengan peningkatan komponen penggunaan menunjukkan bahwa kecenderungan bahwa peningkatan konsumsi rumah tangga bukan karena kenaikan tingkat kesejahteraan atau pendapatan rumah tangga akan tetapi karena ditopang oleh kredit konsumsi. Pertumbuhan rata-rata tahunan kredit konsumsi selama kurun waktu tahun 2004 s/d 2007 sebesar 27,08 persen, diatas rata-rata pertumbuhan kredit modal kerja (16,20 persen) dan kredit investasi (19.91 persen). Persentase rata-rata tahunan kredit konsumsi terhadap total kredit bank umum sebesar 35,24 persen lebih tinggi dibanding kredit investasi yang sebesar 16.31 persen serta lebih rendah dibanding kredit modal kerja sebesar 48.45 persen. Pertumbuhan dan persentase kredit konsumsi yang relatif tinggi ini mengindikasikan bahwa peningkatan konsumsi rumah tangga terhadap PDB ditopang oleh kredit konsumsi.

 “ Laju Pertumbuhan Ekspor dan Investasi Yang Relatif Menurun dan Labil ”
Selain komponen konsumsi rumah tangga, komponen ekspor memberikan sumbangsih yang cukup menonjol. Empat tahun terakhir komponen ekspor memberikan sumbangsih rata-rata diatas 40 persen setiap tahunnya. Akan tetapi peningkatan impor yang bertumbuh seiring dengan pertumbuhan ekspor menyebabkan ekspor netto semakin menyusut. Melihat laju pertumbuhan komponen ekspor empat tahun terakhir yang kecenderungannya mengalami penurunan dari tahun ke tahun, maka kedepan pemerintahan SBY – JK harus lebih memfokuskan kepada peningkatan komponen ekspor.
Empat tahun terakhir kondisi komponen investasi kecenderungannya mengalami kondisi yang relatif tidak stabil. Pertumbuhan tertinggi investasi terjadi pada tahun 2004 yakni 14.1 persen. Namun setelah itu mengalami kemerosotan yang hanya mencapai 10,89 persen pada tahun 2005, kemudian 2,54 persen pada tahun 2006 dan hanya 9,15 pada tahun 2007. Padahal, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan mampu memberikan dampak multiplier yang besar dalam kerangka penurunan angka kemiskinan dan pengangguran, komponen investasi harus memiliki peranan pertumbuhan yang sangat berarti sebagai komponen yang sangat berpengaruh.
Melihat realitas pertumbuhan ekonomi empat tahun terakhir yang masih dominan di drive oleh komponen konsumsi, kecenderungan semakin merosotnya ekspor netto dan investasi yang masih relatif labil dan rendah, kita dapat menarik kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dicapai selama ini belumlah berkualitas dan landasan pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang masih jauh dari kokoh. 

“ Kesenjangan Distribusi Pendapatan Yang Semakin Melebar”
Angka pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh pemerintahan SBY – JK dalam kurun waktu empat tahun terakhir tergolong moderat. Pada tahun 2007, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 6,3 persen. Capaian moderat angka pertumbuhan ekonomi dalam empat tahun kepemimpinan SBY – JK ini, juga dikuti dengan semakin melebarnya kesenjangan distribusi pendapatan. Ini terlihat dari koefisien gini pada tahun 2007 sebesar 0,37 (Koefisien Gini tertinggi sepuluh tahun terakhir).

Empat tahun pemerintahan SBY-JK, kesenjangan distribusi pendapatan mengalami peningkatan yang cukup tajam dibandingkan dengan kesenjangan pada akhir masa jabatan presiden megawati (tahun 2004). Angka Koefisien Gini pada pemerintahan masa pemerintahan megawati memiliki trend menurun dan stabil dari 0,33 pada tahun 2002 dan 0.32 pada tahun 2004, sedangkan tend koefisien gini pada emapat tahun pemerintahan SBY-JK mengalami trend peningkatan dibanding pada tahun 2004, dimana pada tahun 2005 di angka 0,36, tahun 2006 diangka 0,33 dan pada akhir tahun 2007 mencapai 0,37 (Angka koefisien gini tertinggi sepuluh tahun terakhir). Semakin tingginya angka koefisien gini pada tahun 2007 menunjukkan bahwa semakin lebarnya ketimpangan distribusi pendapatan di masyarakat dan angka ini juga mengindikasikan bahwa, dibandingkan dengan pencapaian pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang relatif moderat/baik, hasil pertumbuhan dan pembangunan ekonomi hingga akhir tahun 2007 (khususnya di tahun 2007) hanya banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Semakin melebarnya kesenjangan distribusi pendapatan tersebut juga mengindikasikan sebuah kegagalan kebijakan perekonomian yang telah dilaksanakan oleh pemerintahan SBY-JK dalam rangka pencapaian pemerataan pendapatan (fungsi distribusi).

http://robbyalexandersirait.wordpress.com/2008/12/09/catatan-empat-tahun-kinerja-perekonomian-pemerintahan-sby-%E2%80%93-jk-part-3/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar