Minggu, 01 April 2012

Menggugat Indonesia di Pengadilan Bank Dunia


Hesham Al Waraq dan Ali Rizvi pada Mei 2011 menggugat Pemerintah RI di Pengadilan Arbitrase Bank Dunia, yang dikenal sebagai forum ICSID, di Washington DC, AS.
Dua warga negara asing (WNA)—Arab Saudi dan Inggris—itu mendalilkan bahwa kebijakan Pemerintah RI menalangi dan mengambil alih kepemilikan Bank Century telah merugikan mereka selaku pemegang saham pengendali. Mereka mendalilkan pula pengadilan in absentia atas diri mereka merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Gugatan dua WNA itu menuai reaksi yang berlawanan. Anggota DPR sebagai penentang kebijakan penalangan memandang gugatan dua WNA di forum International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) sebagai angin pemberi tambahan energi guna mendesak penegak hukum mengusut kasus dugaan korupsi dalam kebijakan penalangan Bank Century.
Bahkan, pagi-pagi politisi Golkar memberitakan bahwa pengadilan ICSID telah mengalahkan Pemerintah RI dengan menghukumnya membayar ganti rugi kepada dua WNA itu. Berita kekalahan RI di forum ICSID segera dibantah. Jaksa Agung menegaskan gugatan Hesham dan Rizvi di forum ICSID belum dimulai.
Pemerintah baru menunjuk arbiternya. Jadi, tak benar kabar RI kalah dalam pengadilan Bank Dunia itu.
Wajar jika pemerintah serius menghadapi gugatan itu. Jika gugatan mereka diterima ICSID, persidangan pengadilan arbitrase itu akan makan waktu, energi, biaya, dan perhatian pemerintah. Tak terhindarkan, proses pengadilan ICSID akan menambah tekanan politik domestik terhadap pemerintah untuk mempertanggungjawabkan secara hukum dan politik kebijakan penalangan Century. Tuntutan digunakannya hak menyatakan pendapat oleh DPR atas kebijakan penalangan Century akan makin menguat dan bukan mustahil memperoleh dukungan masyarakat luas.
Proses pengadilan ICSID tak dapat membatalkan kebijakan penalangan atas Century. Namun, jika ada putusan ICSID menghukum RI membayar ganti rugi kepada Hesham dan Rizvi, itu akan mendelegitimasi secara hukum dan politik pemerintahan SBY. Putusan itu akan semakin menguatkan dugaan adanya penyalahgunaan dan korupsi dalam kebijakan penalangan Century. Di sini kita melihat baik anggota DPR selaku penentang kebijakan penalangan maupun SBY akan memanfaatkan proses dan putusan pengadilan ICSID bagi kepentingan hukum dan politik masing-masing.
ICSID adalah kovenan Bank Dunia bagi penyelesaian sengketa tentang penanaman modal antara negara dan warga negara yang merupakan peserta kovenan itu. Pasal 25 ICSID menyebutkan empat elemen harus dipenuhi untuk masuk ke yurisdiksinya.
Elemen pertama, para pihak yang bersengketa secara tertulis setuju menggunakan fasilitas arbitrase ICSID. Persetujuan ini bisa dituangkan dalam satu dari tiga dokumen hukum: persetujuan tertulis antarpara pihak yang bersengketa; perjanjian perdagangan antarnegara, baik bersifat bilateral maupun multilateral; dan undang-undang penanaman modal.
Elemen kedua, sengketa itu lahir berkenaan dengan investasi. Elemen ketiga, sengketa itu berkaitan dengan eksistensi atau lingkup hak atau kewajiban hukum. ICSID tak punya yurisdiksi atas sengketa yang murni komersial atau bersifat politis. Elemen keempat, sengketa itu antara negara dan swasta negara lain yang menjadi peserta ICSID berkenaan dengan investasi.
Orang atau badan hukum swasta yang memenuhi empat elemen itu dapat mengajukan gugatan di forum ICSID. Berdasarkan aturan nomor 37 amandemen peraturan ICSID, pihak di luar sengketa yang berkepentingan sebagai amicus curiae dapat mengajukan petisi kepada Majelis Arbitrase ICSID.
Aturan nomor 37 membuka akses kepada pihak luar sengketa yang berkepentingan, seperti nasabah Century dan kelompok kepentingan lain, mengintervensi proses persidangan ICSID. Sebelum mengizinkan petisi pihak luar sengketa, Majelis Arbitrase berkonsultasi dengan pihak yang berselisih dan
mempertimbangkan beberapa hal: besarnya kepentingan pihak yang mengajukan petisi dan sejauh mana petisi itu membantu majelis menentukan fakta atau isu hukumnya.

Memberi perspektif
Majelis akan menilai apakah petisi amicus curiae itu memberikan perspektif yang berbeda dari para pihak yang bersengketa. Dalam kasus Century, jika ada pihak luar sengketa mengajukan petisi amicus curiae di depan ICSID, pemerintah perlu mencermati argumen pihak luar itu. Hesham atau Pemerintah RI dapat mengajukan keberatan atas petisi itu, tetapi keputusan di tangan majelis.
Pada 1968, RI meratifikasi ICSID. Dengan begitu, Indonesia jadi negara pihak dalam ICSID. Ratifikasi ICSID tak berarti setiap sengketa investasi antara RI dan warga negara pihak lainnya otomatis harus diselesaikan di forum ICSID. Undang-undang ratifikasi ICSID menegaskan pemerintah berwenang memberikan persetujuan penyelesaian sengketa melalui forum ICSID.
Menghadapi gugatan Hesham dan Rizvi, pemerintah dalam pemeriksaan pendahuluan dapat mempersoalkan persetujuan para pihak untuk menyelesaikan sengketa Century di depan ICSID.
Pemerintah dapat mempersoalkan kelayakan yurisdiksi ICSID atas isu kebijakan penalangan Century dan peradilan in absentia atas dua WNA itu.
Dalam tahap pemeriksaan awal, RI harus berusaha memenangi penyelesaian sengketa di depan ICSID: gugatan ditolak karena isu hukumnya berada di luar yurisdiksi ICSID. Kemenangan RI dalam tahap pemeriksaan pendahuluan akan menguatkan posisi pemerintah di hadapan para penentang kebijakan penalangan Century.
Jika pemerintah memenangi sengketa di ICSID, tak berarti pengusutan dugaan tindak pidana penalangan Century dapat dihentikan. Proses pengadilan arbitrase merupakan proses peradilan perdata yang memeriksa apakah tindakan pemerintah suatu negara tuan rumah telah menimbulkan kerugian investasi modal WNA di negara itu dan mewajibkan negara tuan rumah membayar ganti rugi.
Maka, proses dan hasil pengadilan arbitrase ICSID tak boleh memengaruhi upaya penegakan hukum kasus Bank Century. Pengusutan atas dugaan adanya penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi dalam kasus Century harus dituntaskan oleh KPK.

SUMBER :


1 komentar: