Hesham Al Waraq dan Ali Rizvi pada Mei 2011 menggugat Pemerintah RI di Pengadilan Arbitrase Bank Dunia, yang dikenal sebagai forum ICSID, di Washington DC, AS.
Dua warga
negara asing (WNA)—Arab Saudi dan Inggris—itu mendalilkan bahwa kebijakan
Pemerintah RI menalangi dan mengambil alih kepemilikan Bank Century telah
merugikan mereka selaku pemegang saham pengendali. Mereka mendalilkan pula
pengadilan in absentia atas diri mereka merupakan pelanggaran hak asasi
manusia.
Gugatan
dua WNA itu menuai reaksi yang berlawanan. Anggota DPR sebagai penentang
kebijakan penalangan memandang gugatan dua WNA di forum International Centre
for Settlement of Investment Disputes (ICSID) sebagai angin pemberi tambahan
energi guna mendesak penegak hukum mengusut kasus dugaan korupsi dalam
kebijakan penalangan Bank Century.
Bahkan,
pagi-pagi politisi Golkar memberitakan bahwa pengadilan ICSID telah mengalahkan
Pemerintah RI dengan menghukumnya membayar ganti rugi kepada dua WNA itu.
Berita kekalahan RI di forum ICSID segera dibantah. Jaksa Agung menegaskan
gugatan Hesham dan Rizvi di forum ICSID belum dimulai.
Pemerintah
baru menunjuk arbiternya. Jadi, tak benar kabar RI kalah dalam pengadilan Bank
Dunia itu.
Wajar
jika pemerintah serius menghadapi gugatan itu. Jika gugatan mereka diterima
ICSID, persidangan pengadilan arbitrase itu akan makan waktu, energi, biaya,
dan perhatian pemerintah. Tak terhindarkan, proses pengadilan ICSID akan
menambah tekanan politik domestik terhadap pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
secara hukum dan politik kebijakan penalangan Century. Tuntutan digunakannya
hak menyatakan pendapat oleh DPR atas kebijakan penalangan Century akan makin menguat
dan bukan mustahil memperoleh dukungan masyarakat luas.
Proses
pengadilan ICSID tak dapat membatalkan kebijakan penalangan atas Century.
Namun, jika ada putusan ICSID menghukum RI membayar ganti rugi kepada Hesham
dan Rizvi, itu akan mendelegitimasi secara hukum dan politik pemerintahan SBY.
Putusan itu akan semakin menguatkan dugaan adanya penyalahgunaan dan korupsi
dalam kebijakan penalangan Century. Di sini kita melihat baik anggota DPR selaku
penentang kebijakan penalangan maupun SBY akan memanfaatkan proses dan putusan pengadilan
ICSID bagi kepentingan hukum dan politik masing-masing.
ICSID
adalah kovenan Bank Dunia bagi penyelesaian sengketa tentang penanaman modal
antara negara dan warga negara yang merupakan peserta kovenan itu. Pasal 25
ICSID menyebutkan empat elemen harus dipenuhi untuk masuk ke yurisdiksinya.
Elemen
pertama, para pihak yang bersengketa secara tertulis setuju menggunakan
fasilitas arbitrase ICSID. Persetujuan ini bisa dituangkan dalam satu dari tiga
dokumen hukum: persetujuan tertulis antarpara pihak yang bersengketa;
perjanjian perdagangan antarnegara, baik bersifat bilateral maupun multilateral;
dan undang-undang penanaman modal.
Elemen
kedua, sengketa itu lahir berkenaan dengan investasi. Elemen ketiga, sengketa
itu berkaitan dengan eksistensi atau lingkup hak atau kewajiban hukum. ICSID
tak punya yurisdiksi atas sengketa yang murni komersial atau bersifat politis.
Elemen keempat, sengketa itu antara negara dan swasta negara lain yang menjadi
peserta ICSID berkenaan dengan investasi.
Orang
atau badan hukum swasta yang memenuhi empat elemen itu dapat mengajukan gugatan
di forum ICSID. Berdasarkan aturan nomor 37 amandemen peraturan ICSID, pihak di
luar sengketa yang berkepentingan sebagai amicus curiae dapat mengajukan petisi
kepada Majelis Arbitrase ICSID.
Aturan nomor
37 membuka akses kepada pihak luar sengketa yang berkepentingan, seperti
nasabah Century dan kelompok kepentingan lain, mengintervensi proses
persidangan ICSID. Sebelum mengizinkan petisi pihak luar sengketa, Majelis
Arbitrase berkonsultasi dengan pihak yang berselisih dan
mempertimbangkan
beberapa hal: besarnya kepentingan pihak yang mengajukan petisi dan sejauh mana
petisi itu membantu majelis menentukan fakta atau isu hukumnya.
Memberi
perspektif
Majelis akan menilai apakah petisi amicus curiae itu memberikan
perspektif yang berbeda dari para pihak yang bersengketa. Dalam kasus Century,
jika ada pihak luar sengketa mengajukan petisi amicus curiae di depan ICSID,
pemerintah perlu mencermati argumen pihak luar itu. Hesham atau Pemerintah RI
dapat mengajukan keberatan atas petisi itu, tetapi keputusan di tangan majelis.
Pada
1968, RI meratifikasi ICSID. Dengan begitu, Indonesia jadi negara pihak dalam
ICSID. Ratifikasi ICSID tak berarti setiap sengketa investasi antara RI dan
warga negara pihak lainnya otomatis harus diselesaikan di forum ICSID.
Undang-undang ratifikasi ICSID menegaskan pemerintah berwenang memberikan
persetujuan penyelesaian sengketa melalui forum ICSID.
Menghadapi
gugatan Hesham dan Rizvi, pemerintah dalam pemeriksaan pendahuluan dapat mempersoalkan
persetujuan para pihak untuk menyelesaikan sengketa Century di depan ICSID.
Pemerintah
dapat mempersoalkan kelayakan yurisdiksi ICSID atas isu kebijakan penalangan
Century dan peradilan in absentia atas dua WNA itu.
Dalam
tahap pemeriksaan awal, RI harus berusaha memenangi penyelesaian sengketa di
depan ICSID: gugatan ditolak karena isu hukumnya berada di luar yurisdiksi
ICSID. Kemenangan RI dalam tahap pemeriksaan pendahuluan akan menguatkan posisi
pemerintah di hadapan para penentang kebijakan penalangan Century.
Jika
pemerintah memenangi sengketa di ICSID, tak berarti pengusutan dugaan tindak
pidana penalangan Century dapat dihentikan. Proses pengadilan arbitrase
merupakan proses peradilan perdata yang memeriksa apakah tindakan pemerintah suatu
negara tuan rumah telah menimbulkan kerugian investasi modal WNA di negara itu
dan mewajibkan negara tuan rumah membayar ganti rugi.
Maka,
proses dan hasil pengadilan arbitrase ICSID tak boleh memengaruhi upaya
penegakan hukum kasus Bank Century. Pengusutan atas dugaan adanya
penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi dalam kasus Century harus dituntaskan oleh
KPK.
SUMBER :
thanks for sharing, nice info
BalasHapusVisit Us