* Depkeu Kanada
Protes ke Dubes RI
Jakarta, Kompas -
Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz hari Senin (17/6) secara mendadak memanggil
Menteri Keuangan (Menkeu) Boediono untuk mengetahui secara langsung
perkembangan kasus pemailitan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI), yang
sempat memunculkan protes keras dari pihak Pemerintah Kanada dan perusahaan
asuransi Kanada, Manulife Financial Insurer, sebagai pemilik mayoritas saham
AJMI.
Secara khusus Wakil
Duta Besar Kanada untuk Indonesia Kent Lewis juga menemui Menkeu Boediono di
Gedung Depkeu Jakarta, Senin, khusus untuk membahas masalah ini. Sementara,
para pejabat Departemen Luar Negeri Kanada di Ottawa dilaporkan telah
menyampaikan protes secara langsung dan meminta penjelasan kepada Dubes RI
untuk Kanada Eki Syachrudin mengenai kasus yang dialami AJMI.
Seperti dilaporkan
sebelumnya, AJMI dinyatakan pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta
yang diketuai oleh Hasan Basri, Kamis pekan lalu,
berdasarkan gugatan
kurator PT Dharmala Sakti Sejahtera (DSS) Paul Sukran karena AJMI dinilai gagal
membayar dividen tahun 1999 sebesar Rp32,7 milyar. (Kompas, 13/6) Atas
putusan ini, AJMI hari Senin kemarin mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Pertemuan
Wapres Hamzah Haz dengan Menkeu di Kantor Wapres di Jalan Merdeka Selatan,
Jakarta, Sening siang, berlangsung sekitar 10 menit.
Menkeu, seperti
diungkapkan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Depkeu Darmin Nasution, usai
pertemuan dengan Wapres, hanya mengatakan bahwa AJMI merupakan perusahaan solvent
(sehat) dan memiliki posisi keuangan kuat.
Di tempat terpisah,
Staf Ahli Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Mahendra Siregar mengatakan,
dalam era demokrasi sekarang ini pemerintah tidak bisa melakukan intervensi
terhadap kasus perdata yang dihadapi AJMI.
"Oleh karena
itu, sekiranya ada pihak-pihak yang dirugikan oleh keputusan pengadilan, bisa
mengajukan banding atau kasasi," ujar Mahendra.
Sementara Kent Lewis
mengatakan, ia sudah menyampaikan ucapan terima kasih kepada Menkeu atas surat
dukungan yang diberikan Menkeu, Sabtu pekan lalu, berkaitan dengan solvabilitas
(kesehatan keuangan) AJMI. Surat tersebut, menurut dia, akan sangat berguna
dalam proses peradilan selanjutnya.
Dubes RI di Kanada
Eki Syachrudin yang dihubungi Kompas melalui sambungan telepon
internasional mengakui bahwa reaksi pemerintah dan pers di Kanada terhadap
pemailitan AJMI cukup keras. Selain menyatakan protes, mereka juga meminta
penjelasan sedetail-detailnya menyangkut keputusan pemailitan AJMI oleh
Pengadilan Niaga Jakarta, Kamis lalu.
Reaksi itu di
antaranya dalam bentuk telepon dari Deplu Kanada yang meminta pihaknya untuk
segera menghubungi Menkeu Boediono dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi
untuk menanyakan masalah tersebut. Menurut Eki, permintaan Deplu itu
disampaikan atas permintaan langsung Menkeu Kanada.
Bantah korup
Sementara itu,
anggota Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta yang memutuskan perkara AJMI,
Christy Purnami Wulan, dikutip Financial Post membantah tudingan
Manulife Financial bahwa pihaknya korup dan telah menerima suap dari PT DSS.
"Mereka harus membuktikan itu sebelum melontarkan tuduhan
tersebut," ujar Christy.
Ketua Majelis Hakim
Pengadilan Niaga Jakarta Hasan Basri mengaku, ia sendiri menentang putusan
pailit dan tidak mendengar adanya tudingan suap.
Namun, kuasa hukum
Manulife Financial, Mitch New, mencibir bantahan tersebut. "Menurut saya,
mereka menjadi sedikit panik dan berusaha menutupi perbuatan mereka,"
ujarnya.
New juga mengakui
bahwa ia telah mempelajari putusan tertulis Majelis Hakim Pengadilan Niaga
Jakarta dan menilai putusan tersebut "sangat memalukan" dilihat dari
alasan hu-kum yang mendasarinya.
Secara terpisah,
Presdir AJMI Philip Hampden-Smith dikutip Australian Financial Review,
Senin, mengingatkan adanya kemungkinan "penjarahan" aset AJMI senilai
600 juta dollar AS (sekitar Rp 3,1 trilyun), setelah perusahaan tersebut
dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta, Kamis lalu.
Dengan dinyatakan
bangkrut, maka sesuai putusan pengadilan, AJMI-perusahaan asuransi jiwa kelima
terbesar di Asia Tenggara dan menguasai 10 persen pangsa pasar asuransi jiwa di
Indonesia- akan ditempatkan di bawah pengawasan kurator yang ditunjuk oleh
pengadilan sebelum dilikuidasi aset-asetnya.
Sekarang ini, kata
Hampden-Smith, kurator yang ditunjuk oleh pengadilan untuk menangani
kelangsungan bisnis AJMI pascapailit sudah mulai menggunakan wewenangnya.
Menurut dia, kalaupun nanti AJMI menang dalam kasasi di MA, AJMI tidak bisa berbuat
apa-apa terhadap langkah yang diambil pihak kurator selama AJMI di bawah
pengelolaannya.
Akan cabut
AJMI, dalam
pernyataan sehari setelah dinyatakan pailit, menyatakan akan tetap
mempertahankan bisnis di Indonesia. Meskipun demikian, AJMI menyatakan akan
pergi dari Indonesia jika ia kalah dalam kasasi di MA.
Menurut Eki
Syachrudin, masalah AJMI sudah menjadi keprihatinan Pemerintah Kanada sejak
awal. "Jadi, ketika kami datang dua tahun lalu, saat memperkenalkan diri
dalam acara courstesy call dengan Pemerintah Kanada, hampir satu jam
acara tersebut hanya diisi oleh pembicaraan masalah AJMI. Tidak ada lagi acara
basa-basi soal perkenalan sebagai dubes baru," katanya. Hal ini berarti
Pemerintah Kanada memang sangat serius dalam hal kasus Manulife.
Sebelum ini, Dharmala
setidaknya sudah enam kali mengajukan gugatan pailit atas AJMI, namun baru kali
ini berhasil. Dharmala Group sendiri sudah kolaps tahun 1998 dan dinyatakan
pailit Juni 2000. Sampai saat ini, Dharmala dan Manulife Financial masih da-lam
proses gugat-menggugat, baik di pengadilan di Indonesia, Hongkong, maupun di
Singapura, di mana Suyanto dikabarkan masih memiliki aset senilai 36 juta
dollar AS.
Sengketa kedua pihak
ini bermula dari pemailitan Dharmala bulan Juni 2000. Sebagai kelanjutan dari
pailitnya Dharmala ini, pemerintah melelang 40 persen saham Dharmala di AJMI
dan lelang dimenangkan oleh Manulife Financial yang sebelumnya sudah memiliki
saham di AJMI, dengan harga 18 juta dollar AS.
Namun, saat saham
akan diambil alih, muncul protes dari sebuah perusahaan yang berbasis di Virgin
Islands, Roman Gold Assets, yang mengaku sudah lebih dulu membeli saham
tersebut dari Suyanto dengan harga 50 juta dollar AS, dua pekan sebelumnya.
Kuasa hukum AJMI,
Mitch New, sendiri yakin Roman Gold sebenarnya juga dimiliki oleh keluarga
Gondokusumo, dan keluarga Gondokusumo menggunakan perusahaan tersebut sebagai
kendaraan (vehicle) untuk kembali menguasai aset-asetnya. New
mengatakan, ia memiliki bukti-bukti bahwa ipar perempuan Suyanto adalah pemilik
Roman Gold.
Namun bukannya
berpihak pada Manulife yang membeli 40 persen saham AJMI dari proses lelang
resmi yang diselenggarakan pemerintah dan memproses hukum Suyanto yang
diam-diam menjual 40 persen saham di AJMI kepada pihak lain, pihak aparat
kepolisian di Indonesia waktu itu justru menangkap sejumlah pimpinan AJMI.
Kamis lalu, atas
gugatan Manulife Financial, Pengadilan Tinggi Singapura membekukan aset senilai
sekitar 36 juta dollar AS milik Suyanto dan keluarganya. Atas keputusan
Pengadilan Tinggi Singapura ini, Suyanto mengajukan banding untuk membatalkan
putusan tersebut.
Tak terkait
Putusan Pengadilan
Niaga Jakarta yang memailitkan AJMI itu sendiri dipertanyakan oleh anak
perusahaan Bank Dunia, International Finance Corporation (IFC), yang juga
memiliki sembilan persen saham AJMI. Pemailitan AJMI yang notabene merupakan
perusahaan yang solvent dinilai membingungkan dan membuat investor akan
semakin takut berinvestasi di Indonesia.
Sebelumnya, baik Bank
Dunia maupun Dana Moneter Internasional (IMF) juga sudah menyatakan
keprihatinannya terhadap penanganan kasus Manulife di Indonesia. Direktur
Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan Darmin Nasution sendiri
mengatakan bahwa AJMI merupakan perusahaan yang sehat.
Namun, President
Bankruptcy Litigation Lawyer Club (Perkumpulan Pengacara Kepailitan) Hotman
Paris Hutapea mengatakan, sebuah permohonan kepailitan tidak bisa dikaitkan
dengan kesehatan suatu perusahaan. Walaupun perusahaan itu sehat, tetapi kalau
mempunyai utang jatuh tempo serta belum dibayar, kreditor boleh saja
memailitkan perusahaan tersebut.
"Ini kesalahan
IMF yang membantu pembuatan Undang-Undang (UU) Kepailitan sehingga permohonan
kepailitan terhadap sebuah perusahaan tidak perlu mempertimbangkan apakah
perusahaan itu solvent atau tidak. Kalau perusahaan itu mempunyai utang
yang jatuh tempo dan belum dibayar, sekalipun sehat, ya tetap bisa
dipailitkan," ujarnya.
Pasal 1 Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Kepailitan-ditetapkan sebagai UU dengan UU Nomor 4 Tahun
1998-menyebutkan, perusahaan yang mempunyai utang yang telah jatuh tempo dapat
dimintakan dipailitkan.
Mengenai kewenangan
kurator mengajukan permohonan kepailitan, Hutapea menjelaskan, kurator memang
bisa mewakili perusahaan yang diurusnya untuk memperjuangkan hak-hak perusahaan
tersebut. Namun, untuk mengajukan permohonan kepailitan atau menggugat perdata,
seorang kurator seharusnya memperoleh izin dari hakim pengawas atau mendapatkan
persetujuan dari rapat kreditor.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar