Minggu, 01 April 2012

Wapres Panggil Menkeu soal Manulife


 * Depkeu Kanada Protes ke Dubes RI

Jakarta, Kompas - Wakil Presiden (Wapres) Hamzah Haz hari Senin (17/6) secara mendadak memanggil Menteri Keuangan (Menkeu) Boediono untuk mengetahui secara langsung perkembangan kasus pemailitan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI), yang sempat memunculkan protes keras dari pihak Pemerintah Kanada dan perusahaan asuransi Kanada, Manulife Financial Insurer, sebagai pemilik mayoritas saham AJMI.
Secara khusus Wakil Duta Besar Kanada untuk Indonesia Kent Lewis juga menemui Menkeu Boediono di Gedung Depkeu Jakarta, Senin, khusus untuk membahas masalah ini. Sementara, para pejabat Departemen Luar Negeri Kanada di Ottawa dilaporkan telah menyampaikan protes secara langsung dan meminta penjelasan kepada Dubes RI untuk Kanada Eki Syachrudin mengenai kasus yang dialami AJMI.
Seperti dilaporkan sebelumnya, AJMI dinyatakan pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta yang diketuai oleh Hasan Basri, Kamis pekan lalu,
berdasarkan gugatan kurator PT Dharmala Sakti Sejahtera (DSS) Paul Sukran karena AJMI dinilai gagal membayar dividen tahun 1999 sebesar Rp32,7 milyar. (Kompas, 13/6) Atas putusan ini, AJMI hari Senin kemarin mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Pertemuan Wapres Hamzah Haz dengan Menkeu di Kantor Wapres di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Sening siang, berlangsung sekitar 10 menit.
Menkeu, seperti diungkapkan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Depkeu Darmin Nasution, usai pertemuan dengan Wapres, hanya mengatakan bahwa AJMI merupakan perusahaan solvent (sehat) dan memiliki posisi keuangan kuat.
Di tempat terpisah, Staf Ahli Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Mahendra Siregar mengatakan, dalam era demokrasi sekarang ini pemerintah tidak bisa melakukan intervensi terhadap kasus perdata yang dihadapi AJMI.
"Oleh karena itu, sekiranya ada pihak-pihak yang dirugikan oleh keputusan pengadilan, bisa mengajukan banding atau kasasi," ujar Mahendra.
Sementara Kent Lewis mengatakan, ia sudah menyampaikan ucapan terima kasih kepada Menkeu atas surat dukungan yang diberikan Menkeu, Sabtu pekan lalu, berkaitan dengan solvabilitas (kesehatan keuangan) AJMI. Surat tersebut, menurut dia, akan sangat berguna dalam proses peradilan selanjutnya.
Dubes RI di Kanada Eki Syachrudin yang dihubungi Kompas melalui sambungan telepon internasional mengakui bahwa reaksi pemerintah dan pers di Kanada terhadap pemailitan AJMI cukup keras. Selain menyatakan protes, mereka juga meminta penjelasan sedetail-detailnya menyangkut keputusan pemailitan AJMI oleh Pengadilan Niaga Jakarta, Kamis lalu.
Reaksi itu di antaranya dalam bentuk telepon dari Deplu Kanada yang meminta pihaknya untuk segera menghubungi Menkeu Boediono dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi untuk menanyakan masalah tersebut. Menurut Eki, permintaan Deplu itu disampaikan atas permintaan langsung Menkeu Kanada.

Bantah korup

Sementara itu, anggota Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta yang memutuskan perkara AJMI, Christy Purnami Wulan, dikutip Financial Post membantah tudingan Manulife Financial bahwa pihaknya korup dan telah menerima suap dari PT DSS. "Mereka harus membuktikan itu sebelum melontarkan tuduhan tersebut," ujar Christy.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Hasan Basri mengaku, ia sendiri menentang putusan pailit dan tidak mendengar adanya tudingan suap.
Namun, kuasa hukum Manulife Financial, Mitch New, mencibir bantahan tersebut. "Menurut saya, mereka menjadi sedikit panik dan berusaha menutupi perbuatan mereka," ujarnya.
New juga mengakui bahwa ia telah mempelajari putusan tertulis Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta dan menilai putusan tersebut "sangat memalukan" dilihat dari alasan hu-kum yang mendasarinya.
Secara terpisah, Presdir AJMI Philip Hampden-Smith dikutip Australian Financial Review, Senin, mengingatkan adanya kemungkinan "penjarahan" aset AJMI senilai 600 juta dollar AS (sekitar Rp 3,1 trilyun), setelah perusahaan tersebut dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta, Kamis lalu.
Dengan dinyatakan bangkrut, maka sesuai putusan pengadilan, AJMI-perusahaan asuransi jiwa kelima terbesar di Asia Tenggara dan menguasai 10 persen pangsa pasar asuransi jiwa di Indonesia- akan ditempatkan di bawah pengawasan kurator yang ditunjuk oleh pengadilan sebelum dilikuidasi aset-asetnya.
Sekarang ini, kata Hampden-Smith, kurator yang ditunjuk oleh pengadilan untuk menangani kelangsungan bisnis AJMI pascapailit sudah mulai menggunakan wewenangnya. Menurut dia, kalaupun nanti AJMI menang dalam kasasi di MA, AJMI tidak bisa berbuat apa-apa terhadap langkah yang diambil pihak kurator selama AJMI di bawah pengelolaannya.

Akan cabut

AJMI, dalam pernyataan sehari setelah dinyatakan pailit, menyatakan akan tetap mempertahankan bisnis di Indonesia. Meskipun demikian, AJMI menyatakan akan pergi dari Indonesia jika ia kalah dalam kasasi di MA.
Menurut Eki Syachrudin, masalah AJMI sudah menjadi keprihatinan Pemerintah Kanada sejak awal. "Jadi, ketika kami datang dua tahun lalu, saat memperkenalkan diri dalam acara courstesy call dengan Pemerintah Kanada, hampir satu jam acara tersebut hanya diisi oleh pembicaraan masalah AJMI. Tidak ada lagi acara basa-basi soal perkenalan sebagai dubes baru," katanya. Hal ini berarti Pemerintah Kanada memang sangat serius dalam hal kasus Manulife.
Sebelum ini, Dharmala setidaknya sudah enam kali mengajukan gugatan pailit atas AJMI, namun baru kali ini berhasil. Dharmala Group sendiri sudah kolaps tahun 1998 dan dinyatakan pailit Juni 2000. Sampai saat ini, Dharmala dan Manulife Financial masih da-lam proses gugat-menggugat, baik di pengadilan di Indonesia, Hongkong, maupun di Singapura, di mana Suyanto dikabarkan masih memiliki aset senilai 36 juta dollar AS.
Sengketa kedua pihak ini bermula dari pemailitan Dharmala bulan Juni 2000. Sebagai kelanjutan dari pailitnya Dharmala ini, pemerintah melelang 40 persen saham Dharmala di AJMI dan lelang dimenangkan oleh Manulife Financial yang sebelumnya sudah memiliki saham di AJMI, dengan harga 18 juta dollar AS.
Namun, saat saham akan diambil alih, muncul protes dari sebuah perusahaan yang berbasis di Virgin Islands, Roman Gold Assets, yang mengaku sudah lebih dulu membeli saham tersebut dari Suyanto dengan harga 50 juta dollar AS, dua pekan sebelumnya.
Kuasa hukum AJMI, Mitch New, sendiri yakin Roman Gold sebenarnya juga dimiliki oleh keluarga Gondokusumo, dan keluarga Gondokusumo menggunakan perusahaan tersebut sebagai kendaraan (vehicle) untuk kembali menguasai aset-asetnya. New mengatakan, ia memiliki bukti-bukti bahwa ipar perempuan Suyanto adalah pemilik Roman Gold.
Namun bukannya berpihak pada Manulife yang membeli 40 persen saham AJMI dari proses lelang resmi yang diselenggarakan pemerintah dan memproses hukum Suyanto yang diam-diam menjual 40 persen saham di AJMI kepada pihak lain, pihak aparat kepolisian di Indonesia waktu itu justru menangkap sejumlah pimpinan AJMI.
Kamis lalu, atas gugatan Manulife Financial, Pengadilan Tinggi Singapura membekukan aset senilai sekitar 36 juta dollar AS milik Suyanto dan keluarganya. Atas keputusan Pengadilan Tinggi Singapura ini, Suyanto mengajukan banding untuk membatalkan putusan tersebut.

Tak terkait

Putusan Pengadilan Niaga Jakarta yang memailitkan AJMI itu sendiri dipertanyakan oleh anak perusahaan Bank Dunia, International Finance Corporation (IFC), yang juga memiliki sembilan persen saham AJMI. Pemailitan AJMI yang notabene merupakan perusahaan yang solvent dinilai membingungkan dan membuat investor akan semakin takut berinvestasi di Indonesia.
Sebelumnya, baik Bank Dunia maupun Dana Moneter Internasional (IMF) juga sudah menyatakan keprihatinannya terhadap penanganan kasus Manulife di Indonesia. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan Darmin Nasution sendiri mengatakan bahwa AJMI merupakan perusahaan yang sehat.
Namun, President Bankruptcy Litigation Lawyer Club (Perkumpulan Pengacara Kepailitan) Hotman Paris Hutapea mengatakan, sebuah permohonan kepailitan tidak bisa dikaitkan dengan kesehatan suatu perusahaan. Walaupun perusahaan itu sehat, tetapi kalau mempunyai utang jatuh tempo serta belum dibayar, kreditor boleh saja memailitkan perusahaan tersebut.
"Ini kesalahan IMF yang membantu pembuatan Undang-Undang (UU) Kepailitan sehingga permohonan kepailitan terhadap sebuah perusahaan tidak perlu mempertimbangkan apakah perusahaan itu solvent atau tidak. Kalau perusahaan itu mempunyai utang yang jatuh tempo dan belum dibayar, sekalipun sehat, ya tetap bisa dipailitkan," ujarnya.
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan-ditetapkan sebagai UU dengan UU Nomor 4 Tahun 1998-menyebutkan, perusahaan yang mempunyai utang yang telah jatuh tempo dapat dimintakan dipailitkan.
Mengenai kewenangan kurator mengajukan permohonan kepailitan, Hutapea menjelaskan, kurator memang bisa mewakili perusahaan yang diurusnya untuk memperjuangkan hak-hak perusahaan tersebut. Namun, untuk mengajukan permohonan kepailitan atau menggugat perdata, seorang kurator seharusnya memperoleh izin dari hakim pengawas atau mendapatkan persetujuan dari rapat kreditor.

sumber :
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar